Remaja dan Permasalahannya
A. Batasan Usia Remaja
Batasan Usia
Remaja Menurut Kartono (1990), dibagi tiga
yaitu :
1. Remaja
Awal (12-15 Tahun)
Pada masa ini,
remaja mengalami perubahan jasmani yang sangat pesat dan perkembangan
intelektual yang sangat intensif sehingga minat anak pada dunia luar sangat
besar dan pada saat ini remaja tidak mau dianggap kanak-kanak lagi namun
sebelum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya. Selain itu pada masa ini
remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas dan merasa
kecewa.
2. Remaja
Pertengahan (15-18 Tahun)
Kepribadian
remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan tetapi pada masa remaja ini timbul
unsur baru yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah
sendiri.Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan
terhadap pemikiran filosofis dan etis.
Maka dari
perasaan yang penuh keraguan pada masa remaja awal maka pada rentan usia ini
mulai timbul kemantapan pada diri sendiri. Rasa percaya diri
pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian
terhadap tingkah laku yang dilakukannya. Selain itu pada masa ini remaja
menemukan diri sendiri atau jati dirnya.
3.
Remaja Akhir (18-21 Tahun)
Pada masa ini
remaja sudah mantap dan stabil. Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup
dengan pola hidup yang digariskan sendiri dengan keberanian. Remaja mulai
memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja sudah mempunyai
pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang baru ditemukannya.
B. Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Pada usia tersebut, tugas-tugas perkembangan
yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
1.
Mencapai hubungan yang baru dan
lebih masak dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis
2.
Mencapai peran
sosial maskulin dan feminin
3.
Menerima
keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
4.
Mencapai kemandirian secara
emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
5.
Mencapai kepastian untuk mandiri
secara ekonomi
6.
Memilih
pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
7.
Mempersiapkan
diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga
8.
Mengembangkan
kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai
warga negara
9.
Menginginkan
dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial
10.
Memperoleh
rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku (Havighurst dalam
Hurlock, 1973).
C. Perkembangan Remaja
Perkembangan pada remaja merupakan proses
untuk mencapaikemasakan dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat
kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat
antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada remaja.
1. Perkembangan fisik remaja
Menurut Imran (1998) masa remaja diawali
dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi
penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis
(kematangan organ-organ seksual). Perubahan fisik yang terjadi pada masa
pubertas ini merupakan peristiwa yang paling penting, berlangsung cepat,
drastis, tidak beraturan dan terjadi pada sistem reproduksi. Hormon-hormon
mulai diproduksi dan mempengaruhi organ reproduksi untuk memulai siklus
reproduksi serta mempengaruhi terjadinya perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini
disertai dengan perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer dan
karakteristik seksual sekunder. Karakteristik seksual primer mencakup
perkembangan organ-organ reproduksi, sedangkan karakteristik seksual sekunder
mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin misalnya,
pada remaja putri ditandai dengan menarche (menstruasi pertama), tumbuhnya
rambut-rambut pubis, pembesaran buah dada, pinggul, sedangkan pada remaja putra
mengalami pollutio (mimpi basah pertama), pembesaran suara, tumbuh
rambut-rambut pubis, tumbuh rambut pada bagian tertentu seperti di dada, di
kaki, kumis dan sebagainya.
Menurut Mussen dkk., (1979) sekitar dua
tahun pertumbuhan berat dan tinggi badan mengikuti perkembangan kematangan
seksual remaja. Anak remaja putri mulai mengalami pertumbuhan tubuh pada usia
rata-rata 8-9 tahun, dan mengalami menarche
rata-rata pada usia 12 tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukan perubahan
tubuh pada usia sekitar 10-11 tahun, sedangkan perubahan suara terjadi pada
usia 13 tahun (Katchadurian, 1989). Penyebab terjadi makin awalnya tanda-tanda
pertumbuhan ini diperkirakan karena faktor gizi yang semakin baik, rangsangan
dari lingkungan, iklim, dan faktor sosio-ekonomi (Sarwono, dalam JEN, 1998).
Pada masa pubertas, hormon-hormon yang mulai
berfungsi selain menyebabkan perubahan fisik/tubuh juga mempengaruhi dorongan
seks remaja. Menurut Bourgeois dan Wolfish (1994) remaja mulai merasakan dengan
jelas meningkatnya dorongan seks dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan
dengan orang lain dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Selama masa remaja, perubahan tubuh ini akan
semakin mencapai keseimbangan yang sifatnya individual. Di akhir masa remaja,
ukuran tubuh remaja sudah mencapai bentuk akhirnya dan sistem reproduksi sudah
mencapai kematangan secara fisiologis, sebelum akhirnya nanti mengalami
penurunan fungsi pada saat awal masa lanjut usia (Myles dkk, 1993). Sebagai
akibat proses kematangan sistem reproduksi ini, seorang remaja sudah dapat
menjalankan fungsi prokreasinya, artinya sudah dapat mempunyai keturunan.
Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi
dengan aman secara fisik. Menurut PKBI (1984) secara fisik, usia reproduksi
sehat untuk wanita adalah antara 20 – 30 tahun. Faktor yang mempengaruhinya ada
bermacam-macam . Misalnya, sebelum wanita berusia 20 tahun secar fisik kondisi
organ reproduksi seperti rahim belum cukup siap untuk memelihara hasil
pembuahan dan pengembangan janin. Selain itu, secara mental pada umur ini
wanita belum cukup matang dan dewasa. Sampoerno dan Azwar (1987) menambahkan
bahwa perawatan pra-natal pada calon ibu muda usia biasanya kurang baik karena
rendahnya pengetahuan dan rasa malu untuk datang memeriksakan diri ke pusat
pelayanan kesehatan.
2.
Perkembangan Psikis Remaja
Ketika memasuki masa pubertas, setiap anak
telah mempunyai sistem kepribadian yang merupakan pembentukan dari perkembangan
selama ini. Di luar sistem kepribadian anak seperti perkembangan ilmu
pengetahuan dan informasi, pengaruh media massa,
keluarga, sekolah, teman sebaya, budaya, agama, nilai dan norma masyarakat
tidak dapat diabaikan dalam proses pembentukan kepribadian tersebut. Pada masa
remaja, seringkali berbagai faktor penunjang ini dapat saling mendukung dan
dapat saling berbenturan nilai.
Faktor Yang Mempengaruhi
Perkembangan Psikis
Keluarga
Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan,
dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga
yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan
kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih
besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga
sehat/harmonis (sakinah).
Kriteria keluarga yang tidak
sehat tersebut menurut para ahli, antara lain:
a.
Keluarga tidak utuh (broken home
by death, separation, divorce)
b.
Kesibukan orangtua, ketidakberadaan
dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah
c.
Hubungan interpersonal antar
anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk)
d.
Substitusi ungkapan kasih sayang
orangtua kepada anak, dalam bentuk materi daripada kejiwaan (psikologis).
Selain daripada kondisi keluarga tersebut di
atas, berikut adalah rincian kondisi keluarga yang merupakan sumber stres pada
anak dan remaja, yaitu:
a.
Hubungan buruk atau dingin antara
ayah dan ibu
b.
Terdapatnya gangguan fisik atau
mental dalam keluarga
c.
Cara pendidikan anak yang berbeda
oleh kedua orangtua atau oleh kakek/nenek
d.
Sikap orangtua yang dingin dan acuh
tak acuh terhadap anak
e.
Sikap orangtua
yang kasar dan keras kepada anak
Sekolah
Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses
belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang”
pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik
tersebut, antara lain;
a.
Sarana dan
prasarana sekolah yang tidak memadai
b.
Kuantitas dan kualitas tenaga guru
yang tidak memadai
c.
Kualitas dan
kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai
Kondisi
Lingkungan Sosial
Faktor
kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan faktor
yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub
masyarakat ini dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan
masyarakat dan kedua, faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria
dari kedua faktor tersebut, antara lain:
a.
Faktor Kerawanan Masyarakat
(Lingkungan)
1)
Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut
malambahkan sampai dini hari
2)
Peredaran
alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya
3)
Pengangguran
4)
Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
5)
Kriminalitas
6)
Kesenjangan sosial
b.
Daerah Rawan (Gangguan Kantibmas)
1)
Penyalahgunaan
alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya
2)
Perkelahian perorangan atau
berkelompok/massal
3)
Kebut-kebutan
4)
Pencurian, perampasan, penodongan,
pengompasan, perampokan
D. Masalah-masalah remaja
Tidak semua remaja
dapat memenuhi tugas-tugas tersebut dengan baik. Menurut
Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi
tugas-tugas tersebut, yaitu:
1.
Masalah pribadi, yaitu
masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah,
kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai.
2.
Masalah khas remaja, yaitu masalah
yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah
pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip
yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan
oleh orangtua.
Elkind dan Postman (dalam Fuhrmann, 1990)
menyebutkan tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu berkembangnya kesamaan
perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak masa kini
mengalami banjir stres yang datang dari perubahan sosial yang cepat dan
membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan mereka melakukan peran
dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk menghadapinya.
Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di sekolah,
penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan somatik dan
kesedihan yang kronis.
Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat pada
era teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang sangat kompeten dan
trampil untuk mengelola teknologi tersebut. Ketidakmampuan remaja mengikuti
perkembangan teknologi yang demikian cepat dapat membuat mereka merasa gagal,
malu, kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan emosional.
Bellak (dalam Fuhrmann, 1990) secara khusus
membahas pengaruh tekanan media terhadap perkembangan remaja. Menurutnya,
remaja masa kini dihadapkan pada lingkungan dimana segala sesuatu berubah
sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu banyak dan terlalu
cepat untuk diserap dan dimengerti. Semuanya terus bertumpuk hingga mencapai
apa yang disebut information overload. Akibatnya timbul perasaan
terasing, keputusasaan, absurditas, problem identitas dan masalah-masalah yang
berhubungan dengan benturan budaya.
Uraian di atas memberikan gambaran betapa
majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini. Tekanan-tekanan sebagai
akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah dengan tekanan akibat
perubahan kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang demikian pesat seringkali mengakibatkan timbulnya
masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri atau ganguan
perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat digolongkan dalam
delinkuensi.
PERILAKU MENYIMPANG
Tahapan Perkembangan Identitas
Tahap
|
Usia
|
Karakteristik
|
Diferentiation
Practice
Rapprochment
Consolidation
|
12-14
14-15
15-18
18-21
|
Remaja menyadari bahwa
ia berbeda secara sikologis dari orang tuanya. Kesadaran ini sering
membuatnya mempertanyakan dan menolak nilai-nilai dan nasihat-nasihat orang
tuanya, sekalipun nilai-nilai dan nasihat tersebut masuk akal.
Remaja
percaya bahwa ia mengetahui segala-galanya dan dapat melakukan sesuatu tanpa
salah. Ia menyangkal kebutuhan akan peringatan atau nasihat dan menantang
orang tuanya pada setiap kesempatan. Komitmennya terhadap teman-teman juga
bertambah.
Karena kesedihan dan
kekhawatiran yang dialaminya, telah mendorong remaja untuk menerima kembali
sebagian otoritas orang tuanya, tetapi dengan bersyarat. Tingkah lakunya
sering silih berganti antara eksperimentasi dan penyesuaian, kadang mereka
menantang dan kadang berdamai dan bekerjasama dengan orang tua mereka. Di
satu sisi ia menerima tanggung jawab di sekitar rumah, namun di sisi lain ia akan
mendongkol ketika orang tuanya selalu mengontrol membatasi gerak-gerik dan
akitvitasnya diluar rumah.
Remaja mengembangkan
kesadaran akan identitas personal, yang menjadi dasar bagi pemahaman dirinya
dan diri orang lain, serta untuk mempertahankan perasaan otonomi, independen
dan individualitas.
|