BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Pengajaran matematika yang didasarkan
pada “teori – contoh – latihan” hanya menyajikan suatu pandangan yang sempit
tentang matematika, dan tidak pernah menyarankan bahwa mathematics is something
done by people and it can be used in our real life. Alasan yang lain adalah,
dari pandangan para constructivist, sebagaimana Burton (1992, h. 16) katakan
bahwa proses belajar mengajar harus memungkinkan murid untuk mengkonstruksi pemahaman
mereka sendiri tentang matematika secara mendalam yang didasarkan pada apa yang
mereka telah ketahui (previous knowledge) dari pada hanya sekedar melalui cara
penyampaian yang formal.
Problem Solving Sebuah Alternatif. Istilah
problem solving ada pada berbagai profesi dan disiplin ilmu dan memiliki
pengertian yang berbeda. Problem solving dalam pengajaran matematika memiliki
arti yang khusus (Branca, 1980, h. 3). ‘Problem solving dalam matematika adalah
proses dimana seorang siswa atau kelompok siswa (cooperative group) menerima
tantangan yang berhubungan dengan persoalan matematika dimana penyelesaiannya
dan caranya tidak langsung bisa ditentukan dengan mudah dan penyelesaiannya
memerlukan ide matematika’ (Mathematics Course Development Support Material
1989: Dikutip di Blane dan Evans, 1989, h. 367). Dalam problem solving,
biasanya, permasalahan-permasalahan tidak tersajikan dalam peristilahan
matematika. Permasalahan yang digunakan dapat diangkat dari permasalahan
kehidupan nyata (real life situation) yang pemecahannya memerlukan ide
matematika sebagai sebuah alat (tool).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Problem Solving
Secara umum orang memahami masalah (problem)
sebagai kesenjangan
antara kenyataan dan harapan. Namun dalam matematika, istilah “problem”
memiliki
makna yang lebih khusus. Kata “Problem” terkait erat dengan
suatu pendekatan
pembelajaran yaitu pendekatan problem solving. Dalam hal
ini tidak setiap soal dapat
disebut problem atau masalah. Ciri-ciri suatu soal disebut
“problem” dalam perspektif
ini paling tidak memuat 2 hal yaitu:
1. soal tersebut menantang pikiran (challenging)
2. soal tersebut tidak otomatis diketahui cara penyelesaiannya (nonroutine).
Problem solving adalah
suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan
berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan
yang tepat dan cermat (Hamalik, 1994:151).
Problem solving yaitu
suatu pendekatan dengan cara problem identifikation untuk ketahap syntesis
kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga mencapai tahap
application selajutnya komprehension untuk mendapatkan solution dalam
penyelesaian masalah tersebut.
B. Langkah-Langkah
Problem Solving
Adapun tiga langkah problem solving
adalah :
a.
Mengidentifikasi
masalah secara tepat
Secara konseptual
suatu masalah (M) didefinisikan sebagai kesenjangan atau gap antara nerja actual dan targetkinerja (T ) yang
diharapkan, sehingga secara simbolik dapat dituliskan bersamaan; M=T –
A.berdasarkan konsep seorang problem solver yang professional harus terlebih
dahulu nanpu mengetahui berapa atau pada tingkat mana kinerja actual saat ini,
dan berapa atau tingkat mana kinerja serta kita harus mampu mendefinisikan
secara tegas apa masalah utama kita kemudian menetapkan pada tingkat mana
kinerja actual kita sekarang dan kapan waktu pencapain target kinerja itu.
b.
Menentukan sumber dan akar penybab dari masalah
Suatu solusi masalah yang efektif, apabila
kita berhasil menemukan sumber-sumber dan akar-akar dari masalah itu, kemudian
mengambil tindakan untuk menghilangkan masalah-masalah tersebut.
c.
Solusi masalah secara efektif dan efisien.
Adapun
langkah-langkah Solusi masalah yang efektif dan efisien yaitu:
·
Mendefinisikan secara
tertulis
·
Membangun diagram
sebab akibat yang dimodifikasi untuk mendefinisikan :
Ø akar penyebab dari masalah itu,
Ø penyebab-penyebab yang tidak dapat dikendalikan, namun dapat
diperkirakan.
Cara memecahkan
masalah dikemukakan oleh beberapa ahli, di antaranya Dewey dan Polya. Dewey
(dalam Rothstein dan Pamela 1990) memberikan lima langkah utama dalam
memecahkan masalah:
Ø mengenali atau menyajikan masalah: tidak diperlukan strategi
pemecahan masalah jika bukan merupakan masalah;
Ø
mendefinisikan
masalah: strategi pemecahan masalah menekan-kan pentingnya definisi masalah
guna menentukan banyaknya kemungkinan penyelesian;
Ø
mengembangkan beberapa hipote-sis: hipotesis
adalah alternatif penyelesaian dari pemecahan masalah;
Ø
menguji beberapa hipotesis: mengevaluasi
kele-mahan dan kelebihan hipotesis;
Ø
memilih hipotesis yang terbaik.
Sebagaimana
Dewey, Polya (1985) pun menguraikan proses yang dapat dilakukan pada setiap
langkah pemecahan masalah. Proses tersebut
terangkum dalam empat
langkah berikut:
·
memahami masalah
(understanding the problem).
·
merencanakan
penyelesaian (devising a plan).
·
melaksanakan rencana
(carrying out the plan).
·
memeriksa proses dan
hasil (looking back).
Cara menyelesaikan Problem Solving
1. Problem Identification
Dalam menyelesaikan
suatu masalah, tentunya kita memulai dulu memilah-milah permasalahan tersebut.
Oleh karena itu langkah pertama dalam menyelesaikan masalah adalah
mengidentifikasi masalah.
2. Syntesis
Setelah menyelesaikan tahap mengidentifikasi
masalah, maka dimulai tahap selanjutnya, yaitu tahap sintesis masalah. Dalam
tahap ini, dimunculkan pemikiran-pemikiran untuk menyelesaikan masalah tersebut
dengan berbagai macam pemikiran yang bersifat kreatif dengan mengkombinasikan
berbagai macam cara.
3. Analysis.
Tahap selanjutnya dalam
menyelesaikan masalah adalah analisis masalah. Disini, kita mulai menggunakan
kemampuan dan pendidikan yang dikuasai untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Tahap ini mulai menggunakan model matematika untuk menyelesaikan masalah.
Analisis masalah secara logis adalah mampu melihat jelas kebenaran dari sebuah
opini, mendeteksi adanya beberapa kesalahan, membuat kesimpulan yang benar dari
bukti-bukti yang ditemukan dalam tahap identifikasi masalah, memilih informasi-informasi
yang relevan, mengidentifikasi celah-celah yang ada dalam informasi yang dapat
membantu proses penyelesaian masalah, dan mengidentifikasi hubungan antara
informasi yang diperoleh dan bukti-bukti yang ditemukan.
4. Application.
Dalam tahap aplikasi,
proses-proses yang cocok, sesuai dengan informasi-informasi yang sudah
diidentifikasi.
5. Comprehension
Tahap pemahaman merupakan tahap yang menggunakan
teori sebagai landasannya, dan menerapkan teori tersebut dalam penyelesaian
masalah tersebut. Dalam tahap comprehension ini, perlu dilihat kembali
penyebab-penyebab munculnya masalah, agar penyebab-penyebab itu dapat
diselesaikan dalam prakteknya dengan menggunakan teori-teori yang telah
dipahami.
C.
Tipe Soal Dalam Problem Solving
Departemen Matematika dan
Ilmu Komputer di Saint Louis University (dalam
Department of Mathematics and Computer Science, 1993) mengemukakan
lima tipe
soal matematika:
v Soal-soal yang menguji ingatan (memory).
v Soal-soal yang menguji keterampilan (skills).
v Soal-soal yang membutuhkan penerapan
keterampilan pada situasi yang biasa (familiar).
v Soal-soal yang membutuhkan penerapan
keterampilan pada situasi yang tidak biasa (unfamiliar) – mengembangkan
strategi untuk masalah yang baru.
v Soal-soal
yang membutuhkan ekstensi (perluasan) keterampilan atau teori yang kita kenal
sebelum diterapkan pada situasi yang tidak biasa (unfamiliar).
Soal tipe 1, 2, dan 3 termasuk pada kelompok
soal rutin (routine problems). Soal tipe inilah yang sering kita berikan
kepada siswa, walaupun harus kita sadari bahwa dengan hanya memberi soal-soal
tipe ini, tidak dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam pemecahan masalah.
Soal-soal dengan tipe 4 dan 5 merupakan soal-soal dalam kelompok non-rutin (non-routine
problems) yang banyak mengasah kemampuan dalam pemecahan masalah.
Tipe soal menurut klasifikasi dari Thomas Butt
(1980:23-30) sebagai berikut:
Tipe soal
ingatan (recognition)
Tipe ini biasanya meminta
kepada siswa untuk mengenali atau menyebutkan faktafakta matematika, definisi,
atau pernyataan suatu teorema/dalil. Bentuk soal yang dipakai biasanya bentuk
soal benar-salah, pilihan ganda, mengisi yang kosong, atau dengan format
menjodohkan.
§ Contohnya meminta siswa menyebut teorema
Pythagoras, atau meminta siswa menyebut rumus integral parsial.
Tipe soal
prosedural atau algoritma (algorithmic)
Tipe ini menghendaki penyelesaian berupa sebuah prosedur langkah
demi langkah,dan seringkali berupa algoritma hitung. Pada soal tipe ini,
umumnya siswa hanya memasukkan angka atau bilangan ke dalam rumus, teorema,
atau algoritma.
§ Contohnya meminta siswa untuk mencari akar suatu
persamaan kuadrat, atau mencari turunan dari f(x) = 3x2 –
4x3 + 7x – 5.
Tipe soal terapan (application)
Soal aplikasi memuat
penggunaan algoritma dalam konteks yang sedikit berbeda. Soal-soal cerita
tradisional umumnya termasuk kategori soal aplikasi, dimana penyelesaiannya memuat:
(a) merumuskan masalah ke dalam model
matematika, dan
(b) memanipulasi simbol-simbol berdasarkan satu atau beberapa algoritma.
Pada soal tipe ini umumnya siswa mudah mengenal rumus atau teorema yang harus dipergunakan. Satu-satunya keterampilan baru yang harus mereka kuasai adalah bagaimana memahami konteks masalah untuk merumuskannya secara matematis.
(b) memanipulasi simbol-simbol berdasarkan satu atau beberapa algoritma.
Pada soal tipe ini umumnya siswa mudah mengenal rumus atau teorema yang harus dipergunakan. Satu-satunya keterampilan baru yang harus mereka kuasai adalah bagaimana memahami konteks masalah untuk merumuskannya secara matematis.
§ Contoh. Mali, Setya, dan Roni berbelanja pulpen,
pensil dan buku tulis. Mereka membeli pulpen, pensil dan buku tulis bermerek
sama. Mali membeli sebuah pulpen, dua buah pensil dan tiga buah buku tulis
seharga Rp12.300,00, Setya membeli membeli dua buah pulpen, dua buah pensil dan
sebuah buah buku tulis seharga Rp8.500,00 dan Roni membeli tiga pulpen dan
sebuah buku tulis seharga Rp9.600,00. Berapa harga sebuah pensil yang mereka
beli?
Soal ini merupakan terapan
masalah sistem persamaan linear.
Tipe soal
terbuka (open search)
Berbeda dengan tiga tipe
soal sebelumnya, maka pada tipe soal terbuka ini strategi pemecahan masalah
tidak tampak pada soal. Soal-soal tipe ini umumnya membutuhkan kemampuan
melihat pola dan membuat dugaan. Termasuk pada tipe soal ini adalah soal-soal
matematika yang berkaitan dengan teka-teki dan permainan.
§ Contoh. Sebuah permainan yang dikenal dengan
nama Menara Hanoi, bentuk alat permainannya tampak di samping.
Tujuan
permainan ini adalah memindahkan semua cakram (beserta susunannya: cakram kecil
di atas cakram besar) dari tiang A ke tiang C, dengan banyak langkah minimum.
Aturan pemindahannya adalah: (1) setiap langkah hanya boleh memindahkan 1 buah
cakram, (2) tidak boleh cakram besar di atas cakram A B C kecil, dan (3) boleh menggunakan tiang B (sebagai
tempat transit). berapa langkah minimum memindahkan n buah cakram?
Tipe soal
situasi (situation)
Salah
satu langkah krusial dalam tipe ini adalah mengidentifikasi masalah dalam
situasi tersebut sehingga penyelesaian dapat dikembangkan untuk situasi
tersebut. Pertanyaan-pertanyaan dalam soal ini antara lain: “Berikan masukan
atau pendapat kamu!”, “Bagaimana seharusnya?”, “Apa yang mesti dilakukan?”.
Soal-soal dengan tipe ini jarang dinyatakan secara tuntas dalam sebuah kalimat
soal. Dalam matematika, umumnya soal-soal tipe ini berkenaan dengan kegiatan
mandiri atau soal proyek, di mana siswa dituntut untuk melakukan suatu
percobaan, penggalian atau pengumpulan data, pemanfaatan sumber belajar baik
berupa buku, media, maupun ahli (expert). Cara atau strategi dan juga
hasil atau penyelesaian masalah bisa sangat berbeda antara siswa yang satu
dengan siswa yang lain.
§ Contoh. Area parkir di SMA “Teladan” ada dua
lokasi, yang satu berbentuk persegipanjang, sedang yang lain berbentuk
trapesium. Ukurlah ukuran-ukuran panjang dan lebarnya! Sementara kendaraan yang
diparkir ada mobil, sepeda motor, dan sepeda kayuh (onthel). Hitung atau
perkirakan jumlah masing-masing kendaraan! Bagaimana menurut kamu, pengaturan
parkir yang baik di sekolah kita? (gali datadata pendukung dari lapangan!)
Sebuah soal dikatakan bukan “masalah” bagi seseorang umumnya bila soal tersebut
terlalu mudah baginya. Suatu soal bersifat mudah, biasanya karena soal tersebut
telah sering (rutin) dipelajari dan bersifat teknis. Umumnya, tipe soal ingatan
dan tipe soal prosedural termasuk kelompok soal-soal rutin (routine problems),
yaitu soal-soal yang tergolong mudah dan kurang dapat meningkatkan kemampuan
siswa dalam hal pemecahan masalah. Sementara soal tipe terapan umumnya masih
sebatas melatih kemampuan siswa menerjemahkan situasi masalah ke dalam model
matematika. Soalsoal dengan tipe terbuka dan tipe situasi termasuk soal-soal
yang cocok untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
D.
Tujuan dan Alasan Problem Solving di Pelajari
Ruseffendi (1991b) mengemukakan
beberapa alasan soal-soal tipe pemecahan masalah diberikan kepada siswa :
Ø Dapat menimbulkan keingintahuan dan adanya motivasi,
menumbuhkan sifat kreatif.
Ø Disamping memiliki pengetahuan dan keterampilan (berhitung
dan lain-lain), disyaratkan adanya kemampuan untuk terampil membaca dan membuat
pernyataan yang benar;
Ø Dapat menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas, dan
beraneka ragam, serta dapat menambah pengetahuan baru;
Ø Dapat meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah
diperolehnya;
Ø Mengajak siswa memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu
membuat analisis dan sintesis, dan dituntut untuk membuat evaluasi tehadap
hasil pemecahannya;
Ø Merupakan kegiatan yang penting bagi siswa yang melibatkan bukan saja satu bidang
studi tetapi mungkin bidang atau pelajaran lain
E.
Pentingnya
Problem solving
Menurut Polya, pekerjaan pertama seorang guru
matematika adalah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk membangun kemampuan
siswa dalam menyelesaikan masalah. Mengapa hal ini menjadi penting? Alasan
pertama adalah karena siswa (bahkan guru, kepala sekolah, orang tua, dan setiap
orang) setiap harinya selalu dihadapkan pada suatu masalah, disadari atau
tidak. Karena itu pembelajaran
pemecahan masalah sejak dini diperlukan agar siswa dapat
menyelesaikan problematika kehidupannya dalam arti yang luas maupun sempit.
Dalam pembelajaran
matematika ini aspek pemecahan masalah menjadi semakin penting. Mengapa? Ini
dikarenakan matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis, berpola,
artifisial, abstrak, dan yang tak kalah penting menghendaki justifikasi atau
pembuktian. Sifat-sifat matematika ini menuntut pembelajar menggunakan
kemampuan-kemampuan dasar dalam pemecahan masalah, seperti berpikir logis,
berpikir strategik. Selain itu secara timbal balik maka dengan mempelajari
matematika, siswa terasah kemampuan dalam memecahkan masalah. Hal ini
dikarenakan strategi dalam pemecahan masalah matematika bersifat “universal”
sesuai sifat matematika sebagai bahasa yang universal (artifisial, simbolik).
Selain itu,
McIntosh, R. &
Jarret, D. (2000:6) menyatakan “The thinking and skills required for
mathematical problem solving transfer to other areas of life”. Secara
sistematis, Taplin menegaskan pentingnya problem solving melalui tiga
nilai yaitu fungsional, logikal, dan aestetikal. Secara fungsional, problem
solving penting karena melalui problem solving maka nilai matematika
sebagai disiplin ilmu yang esensial dapat dikembangkan. demikian ditegaskan
Taplin (2007). Dengan fokus pada problem solving maka matematika sebagai
alat dalam memecahkan masalah dapat diadaptasi pada berbagai konteks dan
masalah sehari-hari. Selain sebagai “alat” untuk meningkatkan pengetahuan
matematika dan membantu memahami masalah sehari-hari, maka problem solving juga
merupakan cara berpikir (way of thinking). Dalam perspektif terakhir ini
maka problem solving membantu kita meningkatkan kemampuan penalaran
logis.
Terakhir, problem
solving juga memiliki nilai aestetik. Problem solving melibatkan
emosi/afeksi siswa selama proses pemecahan masalah. Masalah problem solving juga
dapat menantang pikiran dan bernuansa teka-teki bagi siswa sehingga dapat meningkatkan
rasa penasaran, motivasi dan kegigihan untuk selalu terlibat dalam matematika.
Lebih lanjut
pentingnya problem solving juga dapat dilihat pada perannya dalam pembelajaran.
Stanic & Kilpatrick seperti dikutip McIntosh, R. & Jarret, D. (2000:8).
membagi peran problem solving sebagai konteks menjadi beberapa hal:
·
Untuk
pembenaran pengajaran matematika.
·
Untuk
menarik minat siswa akan nilai matematika, dengan isi yang berkaitan dengan
masalah kehidupan nyata.
·
Untuk
memotivasi siswa, membangkitkan perhatian siswa pada topik atau prosedur khusus
dalam matematika dengan menyediakan kegunaan kontekstualnya (dalam kehidupan
nyata).
·
Untuk
rekreasi, sebagai sebuah aktivitas menyenangkan yang memecah suasana belajar
rutin.
·
Sebagai
latihan, penguatan keterampilan dan konsep yang telah diajarkan secara langsung
(mungkin ini peran yang paling banyak dilakukan oleh kita selama ini). Problem
solving sebagai konteks menekankan pada penemuan tugas-tugas atau masalah
yang menarik dan yang dapat membantu siswa memahami konsep atau prosedur
matematika.
F.
Pembelajaran
Problem solving
Walaupun secara umum para pendidik hanya
terfokus pada materi matematika ketika menyinggung pembelajaran pemecahan
masalah, namun sesungguhnya ada dua dimensi atau dua “materi” yaitu:
(1) pembelajaran matematika melalui model
atau strategi pemecahan masalah, dan
(2) pembelajaran strategi pemecahan masalah itu sendiri.
Yang pertama “pemecahan masalah” sebagai
strategi atau model atau pendekatan pembelajaran, sedang yang kedua “pemecahan
masalah” sebagai materi pembelajaran. Menurut hemat penulis kedua dimensi ini
sama-sama penting, karena “materi” yang pertama terkait dengan pentingnya problem
solving secara “fungsional”, sedang materi kedua terkait dengan pentingnya problem
solving sebagai “logikal” dan “aestetikal”. Barangkali yang dapat dilakukan
kita adalah menerapkan pembelajaran dengan model pemecahan masalah sambil
mengarahkan siswa untuk memahami dan memiliki keterampilan pemecahan masalah.
Mengenai model atau pendekatan
pemecahan masalah (problem solving approach), maka berikut ini
karakteristik khusus pendekatan pemecahan masalah.
v Adanya interaksi antar siswa dan interaksi guru
dan siswa.
v Adanya dialog matematis dan konsensus antar
siswa.
v Guru menyediakan informasi yang cukup mengenai
masalah, dan siswa mengklarifikasi, menginterpretasi, dan mencoba
mengkonstruksi penyelesaiannya.
v Guru menerima jawaban ya-tidak bukan untuk
mengevaluasi.
v Guru membimbing, melatih dan menanyakan dengan
pertanyaan-pertanyaan berwawasan dan berbagi dalam proses pemecahan masalah.
v Sebaiknya guru mengetahui kapan campur tangan
dan kapan mundur membiarkan siswa menggunakan caranya sendiri.
v Karakteristik lanjutan adalah bahwa pendekatan problem
solving dapat menggiatkan siswa untuk melakukan generalisasi aturan dan
konsep, sebuah proses sentral dalam matematika.
G.
Karakterisik
Pemecah Masalah yang Baik
Ada
kalanya kita kurang memahami karakteristik seorang pemecah masalah (problem
solver) yang baik, sehingga seringkali identifikasi kita hanya terfokus
pada hasil (apa yang ditemukan siswa, jawaban siswa), atau pada kecocokan
proses penyelesaian. Dengan mengenali karakteristik pemecah masalah, maka kita
dapat melihat potensi apa yang dimiliki oleh siswa serta apa yang harus kita
lakukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Ada banyak
literatur dan pendapat mengenai ciri-ciri seorang pemecah masalah (yang baik).
Suydam (1980:36) telah menghimpun dan menyaring ciri-ciri pemecah masalah yang
baik dengan mengacu pada berbagai sumber (Dodson, Hollander, Krutetskii, Robinson, Talton dan lain-lain) menjadi 10 macam ciri.
Berikut ini kesepuluh macam ciri pemecah masalah tersebut:
1) Mampu memahami istilah dan konsep matematika.
2) Mampu mengenali keserupaan, perbedaan, dan
analogi.
3) Mampu mengindentifikasi bagian yang penting
serta mampu memilih prosedur dan data yang tepat.
4) Mampu mengenali detail yang tidak relevan.
5) Mampu memperkirakan dan menganalisis.
6) Mampu memvisualkan dan mengintepretasi fakta dan
hubungan yang kuantitatif.
7) Mampu melakukan generalisasi dari beberapa
contoh.
8) Mampu mengaitkan metode-metode dengan mudah.
9) Memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang
tinggi, dengan tetap memiliki hubungan baik dengan rekan-rekannya.
10) Tidak cemas terhadap ujian atau tes.
H.
Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode
pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan
pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu
masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan
sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi
dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Problem
Solving dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.
Terdapat 3 ciri utama dari Problem Solving:
Ø Problem Solving merupakan rangkaian aktivitas
pembelajaran, artinya dalam implementasi
Ø Problem
Solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa.
Ø Problem Solving tidak mengharapkan siswa hanya
sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan
tetapi melalui Problem Solving siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan
mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
Aktivitas
pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Problem Solving menempatkan
masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah
maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.
Pemecahan
masalah dilakukan dengan menggunakan penedekatan berpikir secara ilmiah.
Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses
berpikir ini dilakukan secara secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya
berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris
artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
I.
Beberapa ini adalah keunggulan dari metode problem solving
o Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
o Berpikir dan bertindak kreatif.
o Memecahkan masalah yang dihadapi secara
realistis
o Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
o Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
o Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
J.
Beberapa ini adalah kelemahan dari metode problem solving
Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk
menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan
siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian
atau konsep tersebut. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan
dengan metode pembelajaran yang lain
BAB
III
CONTOH
SOAL PROBLEM SOLVING
1) Jumlah n suku pertama dari suatu deret adalah
Sn = 3n2 + n. Maka suku ke-11 dari deret tersebut adalah…
Tentu ada banyak cara untuk menyelesaikan soal ini.
ü
Cara pertama, tentukan dulu rumus Un kemudian hitung U11. Cara ini cukup
panjang dan memakan banyak waktu serta pikiran sehingga menguras banyak energi.
Tetapi bagus Anda coba untuk meningkatkan keterampilan dan pemahaman konsep
deret. Rumus Un dapat kita peroleh dari selisih Sn – S(n-1)dan seterusnya. Saya
yakin semua sudah bisa
ü Cara kedua, sedikit lebih cerdik dari cara
pertama. Kita tidak perlu menentukan rumus Un. Karena kita memang tidak ditanya
rumus tersebut. Kita langsung menghitung U11
S11 – S10 = U11
[3(112) + 11] – [3(102) + 10]
= 3.121 – 3.100 + 11 – 10
S11 – S10 = U11
[3(112) + 11] – [3(102) + 10]
= 3.121 – 3.100 + 11 – 10
= 22
2) Persamaan kuadrat yang akar-akarnya kebalikan
dari akar-akar persamaan 2x2-3x +5
= 0 adalah..
A. 2x2 -5x +3 = 0
B. 2x2 +3x +5 = 0
C. 3x2 -2x +5 = 0
D. 3x2 -5x +2 = 0
E. 5x2 -3x +2 =
0
ü
METODE CERDAS/SMART:
Persamaan kuadrat yang akar-akarnya kebalikan dari
akar-akar ax2+bx +c = 0 Adalah : cx2 +bx +a = 0
(Kunci : posisi a dan c di tukar )
Jawab:
5x2 -3x +2 = 0 (E)
3) Tentukan invers dari :
F(x) = (2x + 2)2 – 5
ü
Cara biasa :
F(x) = y = (2x + 2)2 – 5
y + 5 = (2x + 2)2
(y + 5)1/2 = 2x + 2
(y + 5)1/2 – 2 = 2x
[(y +5)1/2 - 2]/2 = x
Jadi F’(x) = [(x + 5)1/2 - 2]/2
Cara Cerdas : Lihat : (2x + 2)2 –5
pada fungsi tersebut pertama x dikalikan 2 kemudian
ditambah 2 lalu dipangkatkan 2 kemudian dikurang 5
Untuk mendapatkan inversnya sekarang langkahnya di balik
/ dari belakang dan operasinya tiap langkah diubah dengan menggunakan inversnya
hasilnya : x ditambah 5 kemudian dipangkat 1/2 lalu
dikurang 2 kemudian dibagi 2
jawabannya : F’(x)
= [(x + 5)1/2 - 2]/2
4) Tentukan digit terakhir dari 819.
Banyak siswa akan mencoba menyelesaikan masalah tersebut dengan
menggunakan perpangkatan yang dihitung dengan menggunakan kalkulator.
Tetapi
kalkulator tidak dapat memberikan hasil dari pangkat 8 karena keterbatasan
ruang
tampilan digit. Sehingga mereka harus menyelesaikan dengan metode yang
lain.
Strategi yang dapat digunakan adalah dengan menemukan pola perpangkatan
sebagai berikut.
81 = 8 85
= 32.768
82 = 64 86
= 262.144
83 = 512
87 = 2.097.152
84 = 4.096
88 = 16.777.216
Perhatikan pola yang terjadi, digit terakhir berulang melingkar tiap empat
kali (8, 4,
2, 6, 8, 4, 2, 6, …). Sekarang kita dapat mengaplikasikan aturan pola yang
terbentuk. Pangkat yang kita cari adalah 19, jika dibagi 4 memberi sisa 3.
Oleh
karena itu digit terakhirnya akan sama dengan digit terakhir pada 815,
811, 87, 83 yaitu 2
5) Pertanyaan: Apa rumus suku ke-n barisan bilangan 9,
10, 15, 28, 57, 118,
6) Berapa banyak digit hasil perpangkatan berikut
(111.111.111)2?
Tentukan juga berapa digit tengahnya?
Solusi: Beberapa siswa
mungkin akan segera menyerah saat mendapati soal ini,
meski terlihat hanya sebuah perkalian biasa, tetapi kalkulator tidak dapat
digunakan
sampai 9 digit.
Kita dapat menyelesaikan soal ini dengan melihat pola sebagai berikut.
1 digit 12= 1 =
1 digit, digit tengah = 1
2 digit 112 = 121
= 3 digit, digit tengah = 2
3 digit 1112 = 12321 =
5 digit, digit tengah = 3
4 digit 11112 = 1234321
= 7 digit, digit tengah = 4
9 digit 111.111.1112 = 12345678987654321 =17 digit, digit tengah
= 9
Jadi, ada 17 digit yang dihasilkan dengan digit tengahnya adalah 9.
7) Tentukan 2 suku selanjutnya dari barisan berikut 1, 0, 2,
3, 3, 8, 4, 15, 5,..., ...
Jika kita perhatikan dengan seksama, terdapat dua jenis barisan berdasarkan
posisi suku pada barisan di atas, yaitu
Barisan posisi ganjil 1, 2, 3, 4,
5, …
dari pola ini dapat dilihat bahwa suku selanjutnya adalah 6
Barisan posisi genap 0, 3, 8, 15, …
dari pola ini dapat dilihat bahwa beda antara satu suku dengan
suku sesudahnya yaitu 3, 5, 7, yang merupakan bilangan ganjil
berurutan, maka beda selanjutnya adalah 9. Jadi suku selanjutnya
adalah 24
Jadi, 2 suku selanjutnya dari barisan berikut 1, 0, 2, 3, 3, 8, 4, 15, 5,
adalah
24 dan 6.
8)
Berapa
banyak sudut yang dibentuk dari 10 garis berbeda yang berasal dari titik awal
yang sama?
Menggambar garis dan menghitung sudut yang terbentuk dimulai dari 1
garis, 2 garis, 3 garis, 4 garis, lalu memperhatikan pola hubungan antara
banyak
garis dan sudut adalah langkah-langkah yang bisa kita
lakukan untuk menyelesaikan masalah ini
Banyak Garis
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
.....
|
Banyak Sudut
|
0
|
1
|
3
|
6
|
10
|
15
|
21
|
|
|
Tanpa perlu menggambarkan 10 garis dan menghitung banyak sudutnya, kita
bisa
menentukan banyaknya melalui pola bilangan yang tercipta yaitu 0, 1, 3, 6,
10, 15,
21, . . . merupakan barisan aritmatika yang mempunyai beda 1, 2, 3, 4,5, .
. ., maka
jika kita teruskan barisan aritmatika tersebut sampai suku ke 10 yaitu 0,
1, 3, 6, 10,
15, 21, 28, 36, 45.
Jadi, banyaknya sudut untuk 10 garis
adalah 45 sudut
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Problem solving adalah
suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan
berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang
tepat dan cermt.
2.
Cara menyelesaikan
Problem Solving salah
satunya adalah Problem Identification,
Syntesis, Analysis, Application
,Comprehension.
3.
Keunggulan dari metode pemecahan masalah (problem solving) adalah Melatih
siswa untuk mendesain suatu penemuan, Berpikir
dan bertindak kreatif,
Memecahkan masalah yang
dihadapi secara realistis, Mengidentifikasi dan
melakukan penyelidikan,
Menafsirkan dan
mengevaluasi hasil pengamatan, Merangsang
perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
dengan tepat.
4.
Kelemahan dari metode pemecahan masalah (problem solving) adalah pokok
bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat
laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat
menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut. Memerlukan alokasi waktu yang lebih
panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan
makalah dikesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya
juga para pembaca yang pada umumnya.
Daftar Pustaka
1.
kumpulancontohmakalah.blogspot.com/2009/10/contoh-kata-pengantar-suatu-makalah.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar